Spirit Dari Seorang Pemulung

MEMBACA berita harian lokal tanggal 2 Februari 2022 bertajuk ‘Kisah Pelajar SMP Rela Jadi Pemulung’ terlintas dalam benak bahwa betapa hebatnya motivasi dan semangat juang seorang anak untuk berbuat demi masa depan dan kasih sayangnya kepada orang tuanya. Tak kenal lelah terus memacu waktunya. Tak peduli masa indahnya bersama teman-teman sebaya. Tak hiraukan asyiknya bergumul dengan gadget. Semuanya, dilewatinya demi menggapai asa yang diimpikannya.

Apri adalah sebuah gambaran singkat cerita nyata yang mengajarkan tentang keikhlasan, kesabaran, kegigihan, pengabdian, kejujuran, kesantunan, kekuatan dan kerja keras. Mungkin tidak banyak anak masa sekarang yang bisa merepresentasikan tentang hal-hal mulia di atas. Dengan segala kekurangan hidup bukan berarti kekurangan semangat dan jati diri karena sesungguhnya hidup adalah perjuangan.

TENTUNYA dibalik warna warni aktivitas pemulung, yang mana sebagai ‘profesi’ yang masih dianggap pemerintah sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial seakan-akan memberi stigma bahwa keberadaannya belum diterima sepenuhnya menjadi pekerja mandiri. Padahal sangat produktif, sumbangsih pemulung menciptakan pengusaha ‘berkantong tebal tanpa dasi’ sudah menjadi kenyataan. Namun, siasat hidup dalam menafkahi diri dan keluarganya dengan cara berbeda dengan orang kebanyakan bukanlah sebuah pilihan buruk namun kenyataan hidup harus dihadapi dan memilih daripada menjadi beban orang lain bahkan negara sekalipun. Bukankah ini suatu pembuktian bahwa mereka bukanlah bagian dari pengangguran terselubung yang membebani pembangunan. Kenyataan hidup sebagai pemulung tidak mencerminkan kehinaan apalagi perbuatan tercela. Justru, pemerintah mestinya merasa malu karena tidak mampu memikul beban sebagai pengayom dan penjamin kesejahteraan hidup bagi warga negaranya seperti yang diamanahkan dalam konstitusi.

BELAJAR dari kisah ini, tentunya banyak hal yang mestinya kita pelajari dari berbagai aspek yang mempengaruhinya. Pertama, aktivitas pemulung dipahami sebagai fenomena sosial yang terus tumbuh dan berkembang di tengah hiruk pikuk kehidupan sosial ekonomi perkotaan dengan segala bentuk tipologinya. Ini membuktikan bahwa munculnya ‘profesi’ ini karena adanya peluang usaha dan potensi bisnis. Kedua, terciptanya siklus mutualisme yang memungkinkan kebermanfaatan sampah/barang bekas menjadi produk ekonomis. Eksistensi pemulung salah satu pemeran utama yang patut dihargai karena telah mengawali proses yang saling menguntungkan ini. Ketiga, spirit dan etos kerja yang tinggi. Pemulung adalah seseorang yang berjasa dan memiliki kontribusi dalam mengurangi dampak buruk lingkungan hidup akibat pembuangan sampah plastik dan barang rongsokan lainnya. Keempat, tentang falsafah kehidupan. Pemulung mendidik kita agar paham hal menghargai perbedaan, hidup butuh perjuangan, bekerja ikhlas, kemandirian, rasa syukur dan masih banyak konsep kehidupan yang terabaikan oleh kita. Hidup sejatinya berusaha dan memberi manfaat. Kelima, tekad dan harga diri. Pemulung memberikan hikmah bahwa berhasil harus dimulai dari sebuah aktivitas meskipun kecil dimata orang lain, namun berarti bagi diri kita sendiri, karena harga diri bukan untuk dibeli melainkan sebuah kehormatan.

MEMPERHATIKAN pengertian pemulung yang tertuang dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), bahwa yang disebut pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan bahan-bahan atau barang bekas dari berbagai lokasi pembuangan sampah yang bisa dimanfaatkan untuk mengawali proses penyalurannya ke tempat-tempat produksi (daur ulang). Istilah pemulung secara resmi diakui oleh pemerintah sebagai bagian dari jenis PMKS yang menjadi sasaran pelayanan sosial. Namun, menurut Sosiolog Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet mengatakan bahwa pemulung tidak termasuk ke dalam kelompok PMKS. Pekerjaan pemulung justru masuk kategori kerja mandiri produktif. Lebih lanjut, Robertus menyatakan mungkin pemulung bagian warga miskin. Tapi mereka masih tetap bekerja, punya pendapatan dan tidak mengemis. Disisi lain menurutnya, pemulung justru telah banyak membantu mengurangi penumpukan sampah (Tempo,2015).

BERANJAK dari kontradiktif pemahaman pengertian dan pemaknaan tersebut, tentunya dalam konteks kekinian, sudah semestinya kita bisa secara proporsional dan komprehensif melihatnya dari kaca mata keberfungsian sosialnya. Sehingga, diharapkan muncul kebijakan sosial yang memungkinkan setiap warga negara mampu mengembangkan potensinya sekaligus mampu mengaktualisasikannya. Pemerintah harus hadir dalam rangka memberikan hak-hak sosialnya secara layak sesuai tuntutan konstitusi. Terlebih bagi anak-anak yang usia sekolah notabene memiliki spirit tinggi untuk berkembang dan maju, tidak ada pilihan lain kecuali tidak membiarkan mereka semakin jauh dari kehidupan sesungguhnya dan cita-cita negara, yakni manusia Indonesia seutuhnya dan bermartabat adil dan makmur, sehingga keadilan sosial akan terwujud di negeri gemah ripah loh jinawi ini. Indonesia Tangguh Indonesia Maju.(****)

Penulis : Nusation (Alumni STKS Bandung)

Penyuluh Sosial Madya Pada Dinas Sosial dan PMD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung