Sinergitas Sebatas Meja Warung Kopi
Oleh: Tom, Pemilik Babelhebat
“Katanya sinergitas. Tapi hanya sebatas segelas kopi di atas meja warung. Lalu, kapan berubah jadi ekonomi nyata?”
Kata “sinergitas” belakangan ini terdengar begitu akrab. Nyaring diucapkan dalam rapat-rapat formal, mudah terucap dalam diskusi informal. Tapi sayangnya, ia kerap berhenti di sana menjadi jargon kosong, tak lebih dari omong-omong di atas meja warung kopi.
Segelas kopi, yang katanya menjadi simbol keakraban dan keterbukaan itu, tak pernah cukup untuk menjawab persoalan paling dasar, bagaimana perut rakyat bisa kenyang, bagaimana dapur tetap ngebul, bagaimana pengangguran bisa bekerja, dan bagaimana roda ekonomi bisa berputar.
Hidup bukan soal kenyang oleh kata-kata manis. Kita butuh makan, butuh sandang dan papan. Dan itu artinya butuh ekonomi yang nyata, butuh uang, butuh cuan. Karena sesederhana apa pun cita-cita perubahan, tak akan bergerak tanpa daya beli, tanpa perputaran uang, tanpa pembangunan yang terukur dan berdampak.
BACA JUGA : Tentang Kami
Ya, uang memang bukan segalanya. Tapi tanpa uang, sinergitas hanya akan jadi basa-basi. Obrolan yang selesai seiring gelas kopi yang dingin.
Toh di rumah pun kita bisa minum kopi. Anak kecil juga bisa bicara “kerja sama” atau “gotong royong”. Tapi sinergitas yang kita bayangkan tentu bukan semacam dongeng yang hanya indah saat diceritakan, tapi tumpul ketika diuji oleh kenyataan.




