Oleh : Widi Prasetyo Eros – Ketua DPD KAMSRI Babel
Pengangkatan penjabat kepala daerah merupakan sebuah solusi untuk mengisi kekosongan kepemimpinan di beberapa provinsi. Namun hal tersebut sebagai alasan dalam penerapan sentralisasi kewenangan pemilihan penjabat kepala daerah hanya kepada pemerintah pusat menjadi sebuah celah kekeliruan.
Hal tersebut tidak dapat diberikan pemakluman terhadap mekanisme pemilihan penjabat kepala daerah yang rentan (tidak transparan) dan tanpa partisipasi publik yang
(lebih luas). Meskipun permasalahan ini menjadi suatu kebiasaan, namun seharusnya
pemerintah tidak dapat mengabaikan prinsip-prinsip (Demokrasi) dalam memilih individu yang akan menjadi penjabat ataupun pemimpin di sebuah daerah.
Ketika hal ini menjadi kebiasaan dan budaya yang selalu dibiarkan, maka pengisian jabatan kepala daerah di Indonesia hari ini sangat rentan dipolitisasi dan terjadinya rawan lobi transaksional, maka dari itu tak adanya perubahan dengan yang dilakukan pemerintahan orde lama dimasa lalu.
Meskipun proses dasarnya, melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Lalu mendapatkan 3 nama yaitu Naziarto, Kemas Akhmad Tajuddin dan Yan Megawandi untuk direkomendasikan sebagai calon penjabat atau Pj kepala daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang kemudian nantinya akan diangkat oleh Presiden dan Menteri Dalam Negeri.
Dengan melihat kondisi hari ini, yang terjadi dengan demokrasi terpimpin yang cenderung sangat sentralistik, tetapi masih terdapat keterlibatan DPRD dalam proses pencalonannya meskipun keputusan tetap berada di tangan pemerintah pusat.
Dengan penjelasan tersebut terdapat celah terjadinya kerentanan dalam pengangkatan Pj kepala daerah. Seharusnya penetapan ini harus lebih luas terbuka (aspirasi) dan akuntabel yang nantinya akan menghasilkan pemimpin yang sangat kompeten, berintegritas, dan sesuai dengan aspirasi masyarakat daerah dalam mewujudkan kemajuan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Dengan melihat dan mengkaji lebih dalam melalui Pasal 132 A ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melarang penjabat daerah untuk melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah ada hingga membuat kebijakan tentang pemekaran daerah.
Namun, larangan tersebut dapat dikecualikan ketika mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri. Terdapatnya celah kerentanan dalam pengangkatan Pj kepala daerah melalui (pengecualian). Hal tersebut menjadi multitafsir/ketidakseimbangan hubungan antara penjabat kepala daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dengan peran Mendagri dalam persetujuan dalam beberapa keputusan esensial dalam membatalkan ataupun perizinan yang bertentangan dengan keputusan kepala daerah sebelumnya. Hal ini akan membuat pemerintah pusat memiliki kekuasaan dalam kekuatan yang sangat kuat untuk memengaruhi dalam proses dinamika yang terjadi hari ini di pemerintahan daerah. (*)