PADA setiap lingkungan biasanya akan ditemui sekelompok orang yang menyukai dan tidak menyukai. Artinya, ada yang kritis ada yang adem ayem mengikuti perkembangan. Salah satunya adalah sikap kritis ditujukan kepada pemerintah atau seorang pejabat publik yang sedang berkuasa.
Hal tersebut diutarakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pro-M Bangka Belitung, Anugerah Almahi Akbari.
Anugerah menjelaskan, jika kritik itu ditujukan kepada seseorang yang bukan pejabat publik atau pejabat pemerintah atau setidaknya tidak lagi menjabat di jabatan publik atau pemerintahan, dan dilakukan secara berulang-ulang bahkan disebarluaskan ke publik, maka itu disebutkan haters (pembenci_red).
“Haters adalah sebutan untuk orang-orang (sekelompok orang) yang membenci seseorang atau sesuatu, dan sering melakukan serangan verbal seperti kata-kata kotor, melecehkan dan menghina. Istilah ini berasal dari kata bahasa Inggris hate yang berarti benci dan ditambahkan huruf R menjadi hater yang berarti pembenci,” kata Anugerah.
BACA JUGA : Erzaldi Lepas Puluhan Muda-Mudi Babel Belajar ke Taiwan
Haters perilaku kebencian terhadap figur publik tanpa alasan dan sering berkeliaran di media sosial, seperti Facebook, Twitter, WAG, Instagram, Tiktok dan media sosial lainnya. Mereka-mereka ini dianggap menyebar ujaran kebencian tanpa alasan yang jelas atau adil bagi para haters, menyebar ujaran kebencian pada seseorang di media sosial berusaha menjatuhkan, mencela, menghina sebagai hal yang lumrah padahal kenyataannya tidak demikian.
Menurut ahli, haters yang sering melakukan cyber bullying kemungkinan memiliki gangguan mental, orang-orang yang sakit hati, atau orang-orang yang sengaja dibayar untuk melakukan itu untuk kepentingan tertentu misalnya bisa karena persaingan bisnis ataupun persaingan politik (Instrumental), atau faktor sakit hati semata mereka tidak bisa mengendalikan pikiran amarah dengan baik, sehingga mengeluarkan kata-kata agresi di dunia maya (kemarahan).
“Seorang haters seringkali memiliki pola pikir yang sempit dan memandang dunia secara negatif, mereka merasa berkuasa dengan menghancurkan reputasi atau merendahkan orang lain padahal mungkin ada masalah pribadi dalam diri mereka seperti rasa tidak percaya diri, kecemburuan, atau kegagalan dalam hidup mereka yang tidak mereka sadari apa yang mereka lakukan justru mencerminkan kelemahan dalam berpikir dan tidak bisa menyelesaikan masalah pribadi mereka,” jelasnya.
Anugerah menambahkan, dalam konstruksi pikiran haters, mengkritik atau meremehkan orang di media sosial atau platform online lainnya dianggap sebagai bentuk kepedulian atau kebijakan yang tegas mereka akan terus ada selama mereka tidak mampu mengendalikan pola pikir dan jari dalam membagikan ujaran kebencian terhadap orang lain.
“Tindakan haters yang ditunjukkan pada seseorang dan fokus mengkritik orang lain tertentu seringkali menciptakan lingkungan toxic di dunia online, yang bisa merugikan individu atau kelompok yang menjadi sasaran mereka bertujuan untuk menyakiti atau melukai orang lain, baik yang dilakukan secara fisik dan verbal,” ujarnya.
Sebagai contoh banyaknya penyerangan pribadi terhadap sosok Erzaldi Rosman yang merupakan salah satu calon kepala daerah yang akan bertarung dalam Pilkada Babel 2024 ini, tentang kasus korupsi dan lain-lain, mereka kritisi harusnya kritik tersebut mereka tujukan kepada aparat hukum yang berwenang dalam hal ini institusi kepolisian serta kejaksaan, bukan kepada sosok Erzaldi-nya.
“Sebagai saran serta masukan buat pihak yang dibenci (Erzaldi Rosman) beserta pendukung, maupun konstituennya tidak usah terlalu peduli dengan kelompok haters ini karena terjebak dalam ujaran kebencian dari mereka bisa menjerumuskan kita menjadi tidak percaya diri dan berdampak buruk bagi kesehatan mental. Bijaklah dalam berperilaku di dunia digital, jangan sampai membawa diri terjebak dalam golongan penyebar ujaran kebencian ini,” tegas Anugerah.