DEWAN Pers berharap para jurnalis dan awak media mendapat dukungan penuh dari kementerian dan lembaga dalam menggali data dan informasi untuk publik.
Hal itu dikemukakan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu saat Dialog Pimpinan Lembaga yakni Mekanisme Respons Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Wartawan dalam Konteks Pemilu, yang diselenggarakan Dewan Pers bekerja sama dengan UNESCO.
Ninik menambahkan, semua pihak tentu tidak menginginkan jurnalis dan awak media mengalami intimidasi atau kekerasan dalam menjalankan tugas liputan pemilu.
Baca Juga : Dewan Pers Menilai Revisi Kedua UU ITE Ancam Kemerdekaan Pers
“Kalau ada kekerasan atau intimidasi pada jurnalis dan awak media saat liputan pemilu, penanganannya harus lebih cepat dari 24 jam,” kata Ninik, Senin (18/12/2023) di Jakarta, dilansir dari laman Dewan Pers.
Ninik mengajak semua pihak untuk memastikan tidak ada kekerasan terhadap wartawan. Sebaliknya, kata dia, kalau ada pemberitaan yang tidak patuh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ), itu artinya memang ingin memanipulasi informasi yang dibutuhkan oleh publik.
Menurutnya, masyarakat tidak lagi bodoh di tengah-tengah informasi yang banjir di media sosial. Karena itu, Ninik mengingatkan, informasi yang disampaikan melalui media sosial bukanlah berita kecuali hal itu disajikan dan punya tautan dengan perusahaan media.
Baca Juga : Market Day dan Sekolah Pangan di SMP Negeri 1 Toboali
“Pers memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap informasi. Pers akan memastikan agar informasi yang diberikan adalah berita yang mengandung karya jurnalistik berkualitas,” ujarnya.
Ninik mengakui, dalam praktik di lapangan terkadang para jurnalis ada yang mengalami hambatan. Tidak menutup kemungkinan hambatan-hambatan itu diikuti dengan intimidasi dan kekerasan. Padahal fungsi pers adalah memberikan informasi, edukasi, hiburan, dan kontrol sosial terhadap pelaksanaan demokrasi dan tugas-tugas pemerintahan.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Asep Setiawan, dalam paparannya mengutarakan, pada survei terhadap 138 wartawan di 17 provinsi tiga bulan lalu ditemukan data beberapa hambatan terhadap wartawan. Sebanyak 36,9 persen mengaku pernah mendapat intimidasi atau ancaman terkait pemberitaan pemilu. Sekitar 32 persen tidak mengalami intimidasi atau ancaman. Sedangkan sisanya mengalami pelarangan liputan (15,6 persen), kekerasan fisik (6,6 persen), perampasan alat liputan (4,1 persen), dan serangan digital (3,3 persen).
Pelaku tindak kekerasan atau intimidasi terhadap jurnalis, ujar Asep, juga bervariasi. Ada kekerasan yang dilakukan oleh timses dari partai (33,3 persen), tidak tahu (29,4 persen), kandidat (11,9 persen), simpatisan (7,1 persen), penyelenggara pemilu (5,6 persen), dan preman atau orang suruhan (4 persen).
Para jurnallis yang menjadi responden, kata Asep, umumnya juga menghendaki adanya perlindungan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Sebanyak 58 persen berharap ada pengamanan dan perlindungan, 45 persen mengharapkan pedampingan dan bantuan hukum, 9 persen memerlukan layanan pemulihan. Sedangkan sekitar 21 persen tidak membutuhkan apa-apa.
Dalam acara dialog tersebut hadir anggota Dewan Pers, Totok Suryanto, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispen AU), Marsma Agung Sasongkojati, Kadispen AL, Marsekal Pertama I Made Wira, Kadispen AD, Brigjen K Sianturi dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan. Hadir pula anggota Komnas HAM, Pramono Ubaid Tontowi dari Komnas Perempuan, Olivia Salampessy, dan Kabag Humas Komisi Pemilihan Umum, Reni Rinjani, dan perwakilan kosntituen Dewan Pers.