KASUS Human Immunodeficiency Virus alias HIV di Kabupaten Bangka Selatan (Basel), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), tahun 2024 kembali mengalami penambahan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Basel, Slamet Wahidin menjelaskan kasus HIV ini terjadi penambahan lantaran praktik seks bebas yang diduga dilakukan oleh kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) yang utamanya dengan kategori laki-laki sama laki-laki atau LSL.
“Penambahan tersebut tercatat selama periode Januari hingga Oktober 2024 dengan total 9 temuan kasus baru HIV di Basel. Kasus baru tersebut rata-rata diidap oleh kaum laki-laki,” kata Slamet kepada wartawan, Selasa (5/11).
Sedangkan, lanjut Slamet, sisanya diderita oleh kaum perempuan. Diprediksi jumlah tersebut akan terus bertambah seiring dengan skrining HIV yang dilakukan. Sembilan kasus baru terdata mayoritas diidap oleh kalangan usia produktif, yakni berkisar antara usia 20 sampai 40 tahun ke atas.
“Dari jumlah kasus HIV baru yang tercatat, lima kasus di antaranya diderita oleh populasi LGBT khususnya LSL. Sementara empat kasus lainnya merupakan populasi umum seperti pekerja seks komersial,” jelas Slamet.
Slamet juga mengungkapkan, kaum LGBT menjadi penyumbang kasus paling banyak, sehingga membuat kekhawatiran di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, kata Slamet, pemerintah melalui dinas-dinas terkait berupaya menekan angka kasus HIV agar tidak terus mengalami kenaikan setiap tahunnya.
“Kelompok populasi yang sangat berisiko itu pekerja seks komersial dan LGBT termasuk di dalamnya LSL,” ujar Slamet.
Menurutnya, data atau temuan dari kasus baru HIV tersebut karena adanya pergeseran masyarakat yang sudah mulai sadar dalam hal melakukan pemeriksaan kesehatan. Namun untuk data kasus HIV sampai saat ini belum menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.
“Kasus HIV merupakan fenomena gunung es, mengingat kasus yang terungkap atau muncul ke permukaan hanya bagian luarnya, dan masih sangat sedikit jika dibandingkan kasus sebenarnya. Maka dari itu, kami dari Dinas Kesehatan bersama dinas lainnya rutin melakukan skrining atau pengecekan kesehatan terhadap kelompok risiko tinggi,” ujarnya.
Dijelaskan Slamet, pengecekan tersebut mulai dari ibu hamil sampai ke pekerja seks komersial di tempat lokalisasi secara berpindah-pindah.
“Namun yang masih menjadi kendala yaitu tes HIV kepada kelompok LGBT, dikarenakan komunitas mereka tertutup. Kami mengaku tidak bisa memonitor secara terbuka jumlah valid kaum LGBT. Kecuali pekerja seks komersial ataupun populasi lain mereka kooperatif,” tutur Slamet.