PCO Imbau Publik Tak Berspekulasi Terkait Penulisan Sejarah Indonesia Terbaru
KEPALA Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengimbau masyarakat untuk tidak tergesa-gesa menyimpulkan atau berspekulasi terkait proyek Penulisan Sejarah Indonesia Terbaru yang sedang digarap oleh tim sejarawan di bawah koordinasi Kementerian Kebudayaan.
Dalam pernyataan resmi, Hasan menegaskan pentingnya memberi ruang bagi sejarawan untuk bekerja secara ilmiah dan objektif, serta menghindari intervensi publik yang dapat mengganggu integritas akademik. Ia menekankan bahwa proses ini bukan upaya menulis ulang sejarah, melainkan melanjutkan dokumentasi sejarah Indonesia yang terakhir dilakukan secara komprehensif pada 1997–1998.
“Mari kita sama-sama beri waktu para sejarawan yang kredibel untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Saat ini, semuanya masih dalam proses,” ujar Hasan Nasbi.
Hasan juga menyampaikan bahwa masyarakat sebaiknya menunggu hasil resmi dalam bentuk draf sebelum memberikan penilaian, dan mendorong sikap kritis yang tetap proporsional. Tujuannya adalah memperkuat literasi sejarah berbasis bukti, bukan narasi emosional.
Hasan Nasbi menyayangkan maraknya spekulasi publik yang dapat mengganggu objektivitas penelitian sejarah. Ia menekankan pentingnya memberi ruang kepada para sejarawan yang kredibel untuk menyelesaikan tugasnya secara independen.
“Biarkan para sejarawan bekerja. Hasilnya nanti bisa kita kaji bersama. Mereka tidak akan mengorbankan integritas akademik demi kepentingan sesaat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa proyek tersebut bukanlah upaya menulis ulang sejarah, melainkan kelanjutan dari pembabakan sejarah Indonesia yang terhenti sejak 1998.
“Sejarah kita terakhir ditulis secara menyeluruh pada 1997–1998. Sejak itu, banyak peristiwa penting yang perlu dicatat dengan metodologi yang matang,” jelas Nasbi.
Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk menunggu draf resmi sebelum memberikan penilaian, guna menghindari kesimpulan prematur.
Menutup pernyataannya, Nasbi mengajak masyarakat untuk bersikap kritis namun proporsional. “Diskusi itu penting, tapi jangan biarkan spekulasi mengalahkan fakta. Tunggu hasil kerja sejarawan, lalu kita evaluasi bersama,” pungkasnya.
Ia berharap proses ini menjadi momentum untuk memperkuat literasi sejarah Indonesia yang berbasis bukti, bukan sekadar narasi emosional.
Polemik Tragedi Mei 1998 dan Klarifikasi Istilah
Imbauan Nasbi muncul di tengah polemik terkait terminologi kekerasan seksual dalam Tragedi Mei 1998, menyusul pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.
Fadli sebelumnya menyatakan bahwa penggunaan istilah “perkosaan massal” perlu dikaji ulang secara akademis dan hukum, merujuk pada hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) 1998 yang disebut tidak menemukan bukti adanya pola sistematis sesuai standar internasional.
“Ini bukan soal menyangkal penderitaan korban, melainkan memastikan bahwa setiap klaim sejarah didasarkan pada fakta yang terverifikasi. Sejarah harus ditulis secara jernih, adil, dan bertanggung jawab,” tegas Fadli dalam klarifikasi pada Selasa (17/6/2025).
Pernyataan tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak, meski Fadli menegaskan komitmennya untuk tetap menghormati korban tanpa mengabaikan prinsip keilmuan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, turut merespons polemik tersebut dengan menekankan pentingnya fokus pada aspek terminologis.
“Persoalannya terletak pada ketepatan istilah, bukan pengingkaran fakta. Ini penting untuk mencegah terjadinya distorsi sejarah,” ujarnya. BACA JUGA : Menbud Fadli Zon : Penulisan Sejarah Harus Berdasarkan Fakta Bukan Asumsi
Sumber : Indonesia.go.id