PERAIRAN laut khususnya di wilayah Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dipastikan bakal babak belur dihajar aktivitas penambangan timah skala besar dan kecil.

Hingga kini perairan laut di wilayah itu (Simpang Rimba_red) telah dikepung oleh 9 unit Kapal Isap Produksi (KIP) serta ratusan unit ponton Tambang Inkonvensional (TI).

Camat Simpang Rimba Normansyah membenarkan bahwa perairan laut antara desa yakni Desa Rajik, Permis dan Desa Bangka Kota dikepung oleh aktivitas penambangan timah skala besar dan kecil.

“Sejauh ini kita dari kecamatan hanya sebatas memantau perkembangan, melihat situasi sambil mendengar keluh kesah masyarakat terkait maraknya aktivitas penambangan timah di wilayah perairan laut perbatasan antar desa,” kata Normansyah, Jumat (22/3/2024).

Norman, begitu sapaan akrabnya tersebut menjelaskan bahwa terdapat 9 hingga 10 unit Kapal Isap Produksi (KIP) yang beroperasi. Namun diakuinya, belum diketahui secara pasti apakah kapal-kapal (KIP_red) tersebut milik PT Timah Tbk atau milik mitra PT Timah Tbk.

“Kemarin (Kamis_red) kita baru menerima surat pemberitahuan dari PT Timah Tbk atas masuknya kapal-kapal itu. Tapi kalau sosialisasi di kecamatan mengenai rencana penambangannya itu belum pernah sama sekali, begitu juga terkait dengan aktivitas ratusan unit ponton apung yang informasinya ada yang legal dan ilegal,” ujar Norman.

Norman menambahkan, bahwa pihaknya dari kecamatan tidak memiliki kewenangan apapun terkait maraknya aktivitas penambangan timah di perairan laut Simpang Rimba.

Karena itu, lanjutnya, hal tersebut akan segera disampaikannya kepada pimpinan yaitu Bupati selaku kepala daerah agar dapat berkoordinasi lebih lanjut ke PT Timah Tbk serta pihak-pihak terkait lainnya. Mengingat saat ini masyarakat terutama nelayan-nelayan kecil sudah mulai resah dengan semakin maraknya aktivitas penambangan baik skala besar maupun skala kecil.

“Keluhan masyarakat terutama dari kalangan nelayan telah kita tampung, dan ini akan segera kita sampaikan kepada Bupati mengingat aktivitas tambang laut ini beroperasi di wilayah perbatasan laut antar desa yaitu Permis, Rajik dan Bangka Kota karena yang kita khawatirkan itu terjadi gejolak antar masyarakat di tiga desa mengenai batas wilayah laut dan pesisir, ini yang harus kita antisipasi bersama,” tegas Norman.