Korupsi Menjamur Seperti Tumbuhan Jamur di Musim Penghujan
PERKARA korupsi di negeri ini seakan tumbuh subur seperti tumbuhan jamur di musim penghujan. Karena itu, perang melawan korupsi harus segera dimulai sejak dini. Terutama dan paling utamanya adalah perang terhadap diri sendiri yaitu dengan cara tidak ikut terlibat dalam pusarannya serta tidak ikut memakan dan meminum hasilnya.
Ya, setidaknya dan sejatinya makanan dan minuman yang disantap setiap hari bersama anak dan istri, orang tua dan mertua bukan hasil dari korupsi. Jangan sampai apa yang dimakan dan diminum itu menjadi darah dan daging yang menjalar disekujur tubuh atas hasil dari korupsi ataupun jatah dari hasil korupsi. Begitu pun pula dengan baju atau pakaian serta peralatan seperti harta benda yang dikenakan dan dipamerkan.
Tujuan utamanya dari perang melawan korupsi tidaklah lain agar hak rakyat kembali dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) bersih dari tindak pidana korupsi, yang kini tumbuh subur seperti tumbuhan jamur di musim penghujan.
Salah satu gerakan yang paling efektif dalam pencegahan tindak pidana korupsi yaitu mengampanyekan ke semua lini tanpa terkecuali. Gerakan kampanye perang melawan korupsi sejalan dengan program yang dilaksanakan oleh lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Perkara korupsi satu di antara Kejahatan Luar Biasa atau KLB yang akarnya kini telah menjalar hingga ke pelosok daerah, dan menjerat berbagai kalangan penyelenggara pemerintahan. Termasuk pihak ketiga yang juga ikut terjerat dalam pusaran kejahatan tersebut.
Mirisnya lagi, perkara korupsi kian hari kian menjamur seperti tumbuhan jamur di musim penghujan. Oleh karena itu, perkara tersebut harus segera dicegah agar rakyat dan negeri ini tak terus sengsara atas perilaku kotor para koruptor.
Tentunya, peran serta dari semua pihak sangatlah diharapkan dalam mengampanyekan pencegahan tindak pidana korupsi. Namun yang paling utamanya itu komitmen dari unsur penyelenggara pemerintahan sendiri yang harus lebih berkomitmen menyatakan sikap perang melawan korupsi. Dengan demikian, sehingga tujuan awal dari gerakan kampanye pencegahan perilaku kotor para koruptor yang memiskinkan rakyat, daerah dan negara dapat terlaksana secara maksimal. Sehingga, muara akhirnya terwujudnya NKRI dari Sabang sampai Merauke bersih dari tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.
Namun, di samping itu, gerakan kampanye perang melawan korupsi, juga harus disertai dengan deklarasi antikorupsi sekaligus mengukuhkan para relawan dan kader antikorupsi.
Relawan dan kader yang dimaksudkan itu utamanya dari unsur penyelenggara pemerintahan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Selain itu, juga mengikutsertakan para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, masyarakat umum, penggiat korupsi, organisasi masyarakat, wartawan, mahasiswa dan pelajar.
Para relawan dan kader antikorupsi bersama Aparat Penegak Hukum atau APH dari Kepolisian, Kejaksaan dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) serta tim dari KPK, yang nantinya mengampanyekan tentang pencegahan korupsi di masing-masing desa, kelurahan, kecamatan, lingkungan pendidikan dan sentra lainnya.
Alasannya, kampanye pencegahan korupsi harus dimulai dari tingkat desa, kelurahan, kecamatan dan lingkungan pendidikan? Mengingat, desa, kelurahan, kecamatan dan lingkungan pendidikan sangat rentan terjadinya praktik korupsi. Misalnya, terkait dengan proses pelayanan administrasi surat rekomendasi perijinan, surat hak milik atas tanah, penggunaan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penggunaan anggaran Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan lain sebagainya.
Selain itu, dalam pelaksanaan program kegiatan seperti pengadaan barang dan jasa, serta pembangunan yang tidak mengacu serta tidak sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Persengkongkolan dengan pihak tertentu dalam hal pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan lain sebagainya. Tentunya, segala bentuk dugaan praktik kotor itu harus segera dicegah sebelum terjadi dan menjalar bagaikan tumbuhan jamur di kala musim penghujan.
Peserta kampanye pencegahan korupsi bisa dari kalangan penyelenggara pemerintahan, aparatur desa, pihak sekolah, mahasiswa, pelajar, pelaku usaha dan masyarakat umum.
Materi pencegahan korupsi yang disampaikan pada saat kampanye harus disesuaikan dengan kultur dan kearifan lokal, sehingga para peserta yang hadir bisa memahaminya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Kampanye perang melawan korupsi harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Artinya, tidak hanya dilaksanakan satu kali atau dua kali. Begitu pula materi yang disampaikan pada saat kampanye juga harus disesuaikan dengan lokasi atau tempat di mana kegiatan kampanye itu dilaksanakan. Misalnya, kampanye di Warkop (Warung kopi), pangkalan ojek dan Poskamling (Pos Keamanan Lingkungan) tentu materi yang disampaikan tidaklah sama dengan kegiatan kampanye yang dilaksanakan di lingkungan pendidikan seperti sekolah dan kampus. Karena, karakter peserta di setiap tingkatan atau lingkungan itu berbeda-beda.
Publikasi di media cetak, elektronik dan maupun media sosial (Medsos) atas kegiatan kampanye yang telah dilaksanakan itu sangatlah penting agar publik dapat mengetahui, bahwa relawan dan kader antikorupsi bergerak melakukan kampanye tentang pencegahan korupsi.
Harapannya, melalui gerakan kampanye perang melawan korupsi agar terwujudnya budaya dan negeri, serta kampung yang bersih dari korupsi dan perilaku kotor para koruptor.