DINAS Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Pangkalpinang menggelar serangkaian kegiatan bertajuk ‘Bukek Puaso Enem Kek Tradisi Bepanton’ (Buka Puasa Enam dan Tradisi Berpantun).
Kegiatan yang dipusatkan di Hotel Cordella Pangkalpinang ini, dibuka oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Pangkalpinang Lusje Anneke Tabalujan, Kamis (2/5/2024).
Buka puasa enam ini merupakan tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Bangka Belitung pada saat momen bulan syawal atau beberapa hari setelah merayakan Idulfitri, dengan melaksanakan puasa enam hari dan ditutup dengan buka puasa bersama yang biasanya dilakukan di masjid.
Kegiatan ini sangat diapresiasi oleh Pj Wali Kota Pangkalpinang, Lusje Anneke Tabalujan. Karena menurutnya, menjunjung tinggi nilai budaya Bumi Serumpun Sebalai. Untuk itu, diharapkannya perlu dilakukan bahkan hingga ke tingkat kecamatan untuk terus menjaga dan melestarikan adat tradisi masyarakat.
“Ini perlu dilestarikan, dikenalkan ke anak-anak sekolah SD maupun SMP karena kegiatan buka puasa enam ini merupakan gabungan antara adat, budaya dan agama,” kata Lusje.
Lusje menjelaskan, kegiatan buka puasa enam merupakan penggabungan untuk melestarikan adat melayu yang dipadukan dengan penanman nilai-nilai agama.
“Mudah-mudahan setelah diadakan acara di sini, yang lain juga mengikuti. Berlanjut terus jadinya dan kita kenalkan tradisi ini ke anak cucu kita nanti,” tuturnya.
Sementara itu, Kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang, Erwandy menambahkan kegiatan buka puasa enam merupakan kali kedua yang telah diselenggarakan oleh dinasnya.
Sebetulnya, kata Erwandy, buka puasa enam ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat Babel, namun tergerus seiring perkembangan zaman. Karena itu, Disdikbud Kota Pangkalpinang kembali menggelar kegiatan ini untuk melestarikan tradisi yang ada.
“Tahun ini (2024) kegiatan buka puasa enam digandeng bersama dengan berpantun. Mengingat berpantun merupakan salah satu yang terdapat dalam episode 17 merdeka belajar,” jelas Erwandy.
“Dalam episode 17 itu ada revitalisasi bahasa daerah, pengembangan bahasa daerah. Karena itu, kami sandingkan dengan berpantun sehingga anak-anak didik paham, mengerti bahasa daerah atau bahasa ibu yang sering digunakan,” kata Erwandy.