PUTRA terbaik Kejaksaan Republik Indonesia, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana telah berpulang ke rahmatullah, Sabtu (11/5/2024).
Seperti diketahui, almarhum (Fadil Zumhana) sebagai jaksa di mulai saat pertama kali menjabat sebagai jaksa fungsional pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pada tahun 1993.
Dalam riwayat jabatannya, almarhum telah menjabat pada beberapa posisi strategis di Kejaksaan RI, bahkan hingga di Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) RI.
Adapun salah satu legacy yang menjadi catatan emas dalam karirnya adalah mewakili Jaksa Agung untuk menyelesaikan 5.161 perkara berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) pada tindak pidana Orang dan Harta Benda (Oharda), tindak pidana Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Kamnegtibum), hingga tindak pidana narkotika.
Selama menjadi Jampidum, almarhum hampir setiap hari memimpin langsung ekspose RJ dengan satuan kerja Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi secara virtual.
Sebuah kutipan yang sering disampaikan oleh almarhum, bahwa RJ adalah kebijakan hukum yang sangat kuat bagi Jaksa selaku pemilik dominus litis.
Menurutnya, Undang-Undang Kejaksaan RI sudah cukup jelas menyatakan kewenangan Jaksa dalam mediasi penal, bahwa prosedur penghentian penuntutan berdasarkan RJ terdapat syarat-syarat dan ketentuannya.
BACA JUGA : Polda Babel Amankan 8 Ton Pasir Timah Ilegal, Pemiliknya Warga Desa Permis Bangka Selatan
Oleh karenanya, ekspose RJ dipimpin langsung oleh Jampidum untuk mempertahankan kualitas yang patut dan layak untuk sebuah perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif.
Selain itu, almarhum pernah menyampaikan bahwa keadilan substantif adalah keadilan yang dirasakan, memperhatikan kepentingan korban, dan kerugian korban terpulihkan. Pada hakikatnya, jaksa selaku pemegang hak oportunitas memiliki hak untuk tidak melakukan penuntutan dengan treatment yang lebih arif dan adil dalam melakukan proses penegakan hukum yakni dengan mekanisme RJ.
Tak hanya itu, penyelesaian perkara melalui mekanisme RJ memiliki kelebihan yaitu tidak mengedepankan pemidanaan, melainkan pemulihan kepada korban. Almarhum menekankan kepada jaksa di satuan kerja tingkat daerah agar selalu memperhatikan kepentingan korban.
“Belakangan ini dalam rangka mengasah kearifan lokal, kita semakin banyak melakukan ekspose RJ bahkan satu hari bisa mencapai lebih dari 20 perkara. Saya bersedia melakukan ini untuk memberikan keadilan kepada rakyat miskin dan demi menegakkan keadilan bagi masyarakat kecil,” ujar Jampidum pada suatu kesempatan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana dalam siaran persnya yang diterima redaksi babelhebat.com, menyampaikan, almarhum pernah berpesan agar para jaksa tetap mematuhi Peraturan Jaksa Agung, khususnya Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022.
Selain itu, senantiasa awasi Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) karena semangat harmoni budaya warisan nenek moyang adalah komunal. Kehadiran negara dalam proses penegakan hukum adalah melalui jaksa, dan merupakan kewajiban jaksa dalam melakukan penegakan hukum yang bermanfaat.
“Almarhum juga dikenal sebagai pribadi yang tegas dan setia dalam mengabdi kepada negara sampai akhir hayatnya. Kini mendiang telah tiada, namun kiprah dan legacy-nya menorehkan catatan sejarah, yakni penegakan hukum yang humanis. Selamat jalan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Fadil Zumhana,” ucap Ketut Sumedana.