Si (40) mendapati anaknya (7) di ruang IGD dengan luka memerah dan melepuh. Saat ditanya, bocah menjawab disetrika oleh ibunya Se (30).
Unit PPA Polresta Pangkalpinang bergerak cepat melakukan penyelidikan. Polisi memeriksa saksi, melakukan visum et repertum, meminta keterangan ahli, dan mengumpulkan barang bukti.
“Setelah dua alat bukti yang cukup, Unit PPA langsung mendatangi kediaman pelaku dan memberikan penjelasan terkait tindak kekerasan terhadap anak di bawah umur atau kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukannya,” jelas Aditya.
Baca Juga: Kapolda Berganti, Tugas Berat Menanti Irjen Pol Viktor T Sihombing di Babel
Motif tindakan ini diduga karena anak (7) berbohong soal makanan yang akan dimasak, yang ternyata sudah habis dimakan korban. Polisi menyita setrika merek Philips berwarna putih-orange dan panci merek Bolde sebagai barang bukti.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi publik Pangkalpinang. Tidak ada alasan yang bisa membenarkan penyiksaan terhadap anak. Rumah harus menjadi tempat aman dan penuh kasih sayang bagi anak-anak.
Polisi sudah bertindak dan pelaku sudah ditangkap. Namun pekerjaan rumah sesungguhnya adalah bagaimana masyarakat berani melawan kekerasan dalam rumah tangga. Diam berarti membiarkan luka menjadi kebiasaan. Keselamatan anak adalah tanggung jawab bersama. Tanpa keberanian, rumah akan tetap menjadi tempat yang menyimpan penderitaan yang tak terdengar.
Sumber: JMSI Babel





