Ada Apa dengan KPU Bangka? Dua Kali Penetapan Pasangan Calon, Rakyat Bertanya-tanya
Oleh: Zamzani (Masyarakat Kabupaten Bangka)
PROSES demokrasi adalah soal integritas dan kepercayaan publik. Namun yang terjadi di Kabupaten Bangka dalam tahapan Pilkada Ulang justru menorehkan tanda tanya besar. Bagaimana mungkin Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bangka menetapkan pasangan calon kepala daerah sampai dua kali? Bukankah aturan dan mekanisme sudah jelas? Atau justru ada sesuatu yang tidak beres di dalamnya?
Pada Kamis, 17 Juli 2025, KPU Kabupaten Bangka menerbitkan Berita Acara Nomor 105/PL.02-2-BA/1901/2025, yang menyatakan pasangan Rato Rusdiyanto dan Ramadian memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah. Namun, di saat publik baru mencerna informasi ini, muncul kembali Berita Acara Nomor 102/PL.02-2-BA/1901/2025 yang menyebut pasangan yang sama tidak memenuhi syarat. Seakan-akan proses ini dapat diperlakukan sembarangan. Ini penetapan calon bupati, bukan pemilihan ketua RT.
Akhirnya, KPU Kabupaten Bangka mengeluarkan Keputusan Nomor 120 Tahun 2025 yang menetapkan jumlah pasangan calon menjadi empat, dari yang sebelumnya lima. Pertanyaannya sederhana namun sangat penting: apa yang sedang terjadi di tubuh KPU Kabupaten Bangka?

Ini bukan sekadar kekeliruan administratif. Setiap keputusan dalam tahapan Pilkada menyangkut legitimasi hukum, biaya negara, stabilitas sosial, dan yang terpenting nasib serta harapan rakyat Bangka. Jika penetapan pasangan calon bisa berubah sesuka waktu, di mana letak kredibilitas KPU sebagai penyelenggara pemilu yang seharusnya independen dan profesional?
Rakyat Berhak Bertanya
Rakyat Bangka berhak curiga dan bertanya. Jangan sampai KPU berubah fungsi menjadi alat atau bahkan korban tarik-menarik kepentingan politik. Ketika integritas penyelenggara rapuh, maka demokrasi lokal pun akan ikut runtuh. Kepercayaan publik kepada KPU sebagai wasit Pilkada kini sedang diuji, bahkan dipertaruhkan.
Untuk itu, KPU Kabupaten Bangka wajib memberikan klarifikasi terbuka dan komprehensif kepada masyarakat, yang setidaknya mencakup:
Apa alasan dan dasar hukum penetapan ulang pasangan calon?
Siapa pihak yang mengajukan keberatan atau aduan yang menyebabkan perubahan penetapan?
Apakah ada intervensi atau tekanan dari pihak tertentu dalam proses ini?
Apakah tahapan verifikasi dan pengujian administrasi sebelumnya dilakukan dengan benar, atau justru lalai?
Masyarakat kini tidak puas dengan jawaban normatif. Publik menuntut transparansi penuh, bukan manuver yang membingungkan dan menimbulkan spekulasi. Demokrasi harus dijalankan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Jangan Korbankan Demokrasi





