AIRGEGAS – Ratusan hektare lahan kebun milik warga Desa Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan (Basel) Provinsi Bangka Belitung (Babel) diduga telah dirampas dan digadai oleh oknum warga ke Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Cabang Mentok, Kabupaten Bangka Barat (Babar) sejak tahun 2017-2018 silam, akibatnya memicu keresahan warga desa setempat.

Diketahui, lahan kebun milik 46 warga yang telah dibuatkan Surat Pernyataan Pengakuan Penguasaan Atas Tanah (SP3AT) tersebut akan disita lantaran kredit macet. Dugaan atas kasus ini sedang ditangani oleh tim penyidik Tindak pidana korupsi (Tipikor) Polda Babel.

Mirisnya, ratusan hektare lahan tersebut telah dibuatkan 31 lembar SP3AT untuk diajukan pembiayaan kebun ubi casesa sejak tahun 2017-2018 silam. Dengan modal 31 lembar SP3AT tersebut BPRS Muntok telah mencairkan dana pembiayaan sebesar Rp 7 miliar lebih.

Kepala Desa (Kades) Airgegas, Masri kepada wartawan menjelaskan, SP3AT tersebut dibuat sejak akhir tahun 2016 lalu saat dirinya baru setahun menjabat Kades.

“Saat itu warga datang ke saya bawa 15 SP3AT untuk minta tanda tangan. Saya tanya SP3AT ini sudah dikeluarkan Kecamatan Airgegas, tetapi tidak ada rekomendasi dari saya sebagai Kades. SP3AT itu belum saya tanda tangan,” jelas Masri, Minggu (20/2/2022).

Setelah itu, lanjut Masri, ia bersama aparaturnya ke Kantor Camat Airgegas yang saat itu dijabat oleh Mustar Efendi, untuk berkonsultasi terkait SP3AT tersebut.

“Saya jelaskan ada 15 SP3AT dari kecamatan, tetapi tidak ada rekom dari Desa Airgegas. Pak Camat saat itu menjawab sah SP3AT tersebut jika pemohon sudah mengajukan ke Kantor Camat, ada KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan ada lahannya. Kalau kalian tidak mau tanda tangan, artinya kalian mempersulit warga,” kata Masri menirukan perkataan Camat.

Masri menambahkan, camat memintanya untuk membaca SP3AT pada butir ke-7 yaitu jika SP3AT bermasalah maka pemohon tidak melibatkan Pemerintah Desa (Pemdes). 

“Saya diminta tanda tangan oleh camat, tetapi belum saya teken dan saya bersama aparatur lainnya pulang ke kantor desa,” ujar Masri menegaskan bahwa ia bersama aparaturnya menyurvei lokasi lahan yang telah dibuat SP3AT tersebut.

“Setelah kami survei memang benar banyak lahan Am dan Rd. Tetapi kami tidak tahu titik koordinasi di SP3AT itu karena mereka mengukur menggunakan GPS dan kami masih manual pakai meteran. Akhirnya saya tanda tangan SP3AT tersebut,” jelasnya.

Ditambahkan Masri, pada tahun 2018 datang seorang perwira dari Mabes Polri bertemu dengannya dan mempertanyakan tentang kredit macet pembiayaan ubi casesa. 

“Karena itu, pada tahun 2019 saya bersama warga yang lahan di SP3AT tersebut dipanggil ke Tipikor Polda,” tutur Masri.

Tahun 2020 sebelum Idul Fitri datang BPK RI, Dinas Kehutanan, Bank Syariah, Tipikor Polda, Kecamatan dan Desa untuk melakukan survei lahan.

“Setelah disurvei, hasilnya tidak sama dengan hasil survei kami pada awal dulunya. Kadus (Kepala Dusun) saat itu bilang sepertinya lahan yang disurvei bukan lahan Rd lagi, tapi lahan warga,” katanya menambahkan saat itu, ia berbicara dengan salah satu warga untuk mengecek ulang survei karena lahan yang disurvei tersebut adalah lahan warga.

“Warga tahu dan berkumpul menuju lokasi survei. Ternyata lahan yang di SP3AT itu adalah lahan warga semuanya,” ujarnya seraya kembali menegaskan pada tahun 2020, ia kembali dipanggil Tipikor Polda Babel dan baru mengetahui bahwa SP3AT itu berjumlah 31 lembar bukan 15 SP3AT seperti yang ditandatanganinya.

“Saya waktu dipanggil Tipikor Polda ketahuan ada 31 SP3AT. Padahal yang saya tanda tangan hanya ada 15 SP3AT. Setelah disurvei, itu semua lahan warga semua. Lahan Rd itu hanya segelintir di SP3AT itu. Misalnya 1 SP3AT ada 7 hektare luasnya. Milik Rd itu hanya 2 haktare yang 5 hektare itu lahan warga yang dirampasnya,” urai Masri menjelaskan lahan yang sudah di SP3AT tersebut dijual kembali ke warga.

Ditegaskan Masri, awalnya warga tidak begitu resah. Namun, setelah ia kembali dihubungi oleh tim penyidik Tipikor Polda Babel pada tahun ini (2022) dan menyebutkan bahwa akan ada penyitaan lahan.

“Warga mulai resah karena kebun akan disita dan dipasang plang sehingga kami berinisiatif membuat surat pernyataan untuk di pengadilan nanti, bahwa lahan yang dianggunkan tersebut milik warga kami yang SP3AT-nya dibuat tanpa sepengetahuan pemiliknya,” tegas Masri.(tom)